Bagi negara yang memiliki wilayah luas seperti Indonesia, pendidikan jarak jauh berbasis internet menjadi alternatif yang sangat pantas dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Hal itu untuk mengatasi berbagai hambatan dalam pelaksanaan pendidikan, seperti kondisi geografis, ketiadaan waktu, dan biaya pendidikan.

Sudah menjadi rahasia umum, niat masyarakat untuk mengakses pendidikan sering terkendala oleh berbagai hal seperti di atas. Pendidikan jarah jauh sangat membantu masyarakat perkotaan maupun pedesaan dalam mengakses pendidikan, karena waktu belajar ditentukan sendiri oleh peserta didik. Tidak bergantung pada jadwal pembelajaran di kelas/ruang kuliah, sehingga peserta didik dapat menentukan prioritas kegiatan berdasarkan kepentingan pribadi lainnya, misalnya mencari nafkah.

Meminjam jargon iklan minuman ringan, pendidikan jarak jauh berbasis internet dapat dilaksanakan kapan saja, di mana saja. Waktu pembelajaran sepenuhnya ada di tangan peserta didik, karena dialah yang menentukan di mana dan kapan belajar. Hanya sesekali saja waktu pembelajaran memerlukan kesepakatan dengan pendidik, misalnya untuk tutorial. Dengan meminimalkan waktu pertemuan antara peserta didik dengan pendidik, banyak hal yang dapat dipetik oleh peserta didik. Setidaknya peserta didik dapat menghemat waktu dan biaya pergi-pulang ke sekolah/kampus.

Di beberapa negara yang memiliki wilayah luas seperti Indonesia, pembelajaran jarak jauh demikian terkenal. Bahkan konon di Amerika Serikat, di negara bagian tertentu, model pembelajaran demikian menjadi pilihan yang disukai oleh masyarakat pedesaan yang berhasrat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya tapi tidak memiliki banyak waktu.

Walau demikian, model pembelajaran jarak jauh berbasis internet bukan tanpa tantangan. Setidaknya ada dua tantangan yang harus dihadapi oleh penyelenggara pendidikan demikian ini.

Tantangan Pertama,

Masalah penyediaan jaringan satelit/internet. Lantaran materi pembelajaran disediakan di dunia maya dan harus diunduh oleh peserta didik, internet menjadi bagian terpenting dalam proses pembelajaran. Maka, internet harus mudah diakses kapan saja dan bila perlu di mana saja.

Selain itu, administrator harus terus menerus memonitor sistem jaringan agar akses internet tetap lancar. Dalam hal ini, server  tidak boleh penuh, sehingga kecepatan akses internet tetap terjaga. Jangan sampai terjadi  jaringan lemot (lamban) hanya karena server tak mencukupi karena tak mampu lagi menampung akses yang begitu banyak dalam waktu bersamaan.

Tantangan kedua

Pendidikan jarak jauh berbasis internet lebih pada masalah budaya.  Sebagaimana kita ketahui, peserta didik (baik tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi) masih harus dipaksa agar bersedia mengikuti pembelajaran di kelas/ruang kuliah seperti yang diharapkan oleh penyelenggara pendidikan. Tanpa ada unsur paksaan, dikhawatirkan mereka tidak mengikuti pembelajaran sebagaimana semestinya. Unsur paksaan itu berupa absensi. Di perguruan tinggi, seorang mahasiswa boleh mengikuti ujian semester jika absensinya tidak melebihi batas maksimal. Untuk itulah, mengapa istilah “titip absen” sangat dikenal di kalangan mahasiswa.

Sementara itu, model pembelajaran jarak jauh tidak ada unsur paksaan yang lazim diberlakukan di lembaga pendidikan regular seperti itu. Untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh secara benar diperlukan disiplin tinggi. Niat belajar harus datang dari diri sendiri, bukan pihak lain. Tanpa niat dan disiplin tinggi, peserta didik akan selalu gagal dalam ujian karena tidak menguasai materi pembelajaran.

Itulah dua tantangan yang mesti ditaklukkan oleh penyelenggara pendidikan jarah jauh berbasis internet. Juga oleh peserta didik. Disiplin dan semangat belajar mandiri, kiranya itulah kunci sukses bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh berbasis internet. Semoga berhasil.(*)