Konsep 5 M ini merupakan langkah-langkah dasar dari suatu proses pembelajaran yang ideal. Ia akan menjadi cetakan utama dalam pengembangan langkah-langkah lain. Meskipun nantinya kita menemukan berbagai model yang menyajikan langkah-langkah dengan redaksi yang berbeda, namun pada hakikatnya dijiwai oleh 5 M ini. Hal itu karena 5 M didasari oleh model saintifik umum. Satu langkah terlewatkan, maka proses belajar menjadi kurang sempurna. Lalu bagaimanakah sebenarnya guru dapat menerapkan langkah-langkah 5 M ini?

1. Mengamati (Observation)

Untuk melakukan sesuatu, salah satunya belajar, seseorang perlu memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain, agar dapat tertarik mempelajari sesuatu, perlu ada hal-hal yang merangsang munculnya motivasi tersebut. Motivasi itu pada hakikatnya dimunculkan melalui kegiatan mengamati. Sebagai contoh, mungkin awalnya kita tidak tertarik untuk mempelajari cara memotret yang lebih baik. Namun ketika kita mengamati orang lain yang memotret dengan kamera yang sama, objeknya sama, lokasinya sama, waktunya pun sama, tetapi hasilnya sangat bagus, maka rasa ingin tahu pun akan muncul. “Wah, kok bisa ya?”, “Waduh Apa yang terjadi?”, “Lho, bagaimana itu bisa terjadi? Bagaimana caranya?”

Tahap ‘mengamati’ ini berfungsi untuk itu. Memunculkan sebuah fenomena yang bertujuan membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat untuk mempelajari sesuatu.

Untuk itulah, langkah awal yang tepat untuk mengajar adalah membangun motivasi siswa melalui sebuah kegiatan pengamatan terhadap fenomena unik yang terjadi. Bisa berupa hal baru, hal yang luput dalam pengamatan orang umum, hal yang menantang, atau mungkin hal yang kontroversial.

Penyajian fenomena ini dapat berupa video, rekaman audio, maupun melalui gambaran dan cerita langsung dari guru. Untuk masalah apa yang dijadikan bahan pengamatan yg lebih efektif, itu tergantung pengalaman dan pertimbangan guru dan cara menyajikannya. Nanti akan dibahas tersendiri tentang syarat penyajian bahan observasi yang baik.

2. Menanya

Setelah seorang guru dapat membangun rasa penasaran siswa melalui sajian fenomena pada tahap ‘Mengamati’, maka dilanjutkan pada tahap kedua, yaitu ‘Menanya’. Pada tahap ini, Siswa diarahkan untuk memiliki rasa ingin tahu berdasarkan fenomena yang telah diamatinya. Guru merangsang siswa untuk memiliki pertanyaan seputar fenomena itu. Pertanyaannya tentu seputar Kenapa, Apa, dan Bagaimana. Kenapa hasil fotonya lebih bagus? Apa yang membuat foto itu lebih bagus, dan Bagaimana caranya memotret dengan lebih baik sesuai foto yang bagus tersebut? Apabila tahap ini sudah nampak, maka artinya siswa sudah termotivasi.

Namun apabila siswa tidak ada yang menanyakan hal-hal tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diwakili oleh guru. Guru bisa menyebutkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul berdasarkan objek atau fenomena yang diamati.

Kenapa pengambilan gambar ini bagus?

Apa itu foto bagus?

Bagaimana menghasilkan foto yang bagus?

Setelah itu, Guru bisa berkata, “Kalau begitu, agar kita dapat menjawab itu semua, marilah kita pelajarinya…”

3. Mengumpulkan Informasi atau Mencoba, menguji, atau mengetes

Setelah mengetahui hal yang ingin diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan, maka siswa diarahkan untuk menemukan jawaban-jawabannya. Menemukan jawaban itu bisa dilakukan melalui pengamatan langsung secara lebih mendalam, membaca buku rujukan, penggunaan kamus, pembacaan artikel-artikel yang berhubungan, dan melalui uji coba. Lima metode ini disarankan tidak boleh luput dari seorang guru dalam membimbing siswanya. Pada umumnya guru hanya mengarahkan siswa untuk langsung mencari di internet dan menelan mentah-mentah tanpa melakukan pengamatan dan pengujian, misalnya.

Peran guru di sini bukanlah diam di tempat duduknya, melainkan berkeliling, memastikan proses siswa mencari jawaban sudah menggunakan potensi mereka untuk berpikir secara maksimal. Sebagai contoh, siswa menemukan sebuah definisi tentang suatu hal, namun menurut pengetahuan kita, definisi itu kurang cocok dengan kenyataan di lapangan. Guru bisa mempertanyakan definisi itu, “Kalau memang demikian, lalu apakah singa termasuk sejenis kucing?”. Di sanalah siswa akan berpikir lebih dalam. Dengan pertanyaan seperti itupun, siswa diajak berpikir kritis dan diajak untuk menguji segala yang sudah didapatnya sehingga potensi berpikir logis dan kritis mereka terlatih secara maksimal. Misalkan siswa menjawab, “Betul pak. Sejenis kucing.” Kemudian ditanya tentang apa yang membuat singa tergolong jenis kucing. Terus ditanya filosofis seperti itu sehingga nantinya siswa jadi berkesimpulan untuk menambahkan rincian dari definisi yang ia buat dan menyertakan perbedaan antara singa dengan kucing.

Jika mereka menunjukkan kesulitan, guru wajib membantu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa pada pemahaman yang meringankan proses berpikirnya. Bisa juga melalui penggambaran fakta-fakta lain sebagai bahan pertimbangan. Setelah itu, pastikan kembali, siswa mampu membuat simpulan dari itu semua dan menemukan pemahaman yang lebih tepat dari pemahaman mereka sebelumnya.

Jadi ada proses mengamati lebih dalam, membaca sumber rujukan, dan melakukan uji coba secara logis dan empiris.

4. Mengasosiasi

Setelah proses mengumpulkan informasi, Siswa diajak untuk menyusun hasil pengumpulan itu dalam bentuk tulisan atau laporan. Hasil itu disusun dengan sistematis dan logis serta mendapat persetujuan dari guru. Di tahap ini, peran guru, lagi-lagi melatih siswa berpikir sistematis dan logis. Siswa diarahkan untuk mampu membedakan, mengklasifikasi, menentukan struktur dan sub struktur dari suatu objek yang telah diamati dan menyusun sebuah laporan tertulis, bahkan dapat ditambah dengan menyiapkan slide presentasi.

5. Mengomunikasikan

Pada tahap akhir, siswa diarahkan untuk mampu menjelaskan apa yang sudah dipelajarinya itu kepada orang lain. Kemampuan menjelaskan kembali ini menjadi indikator paling akurat untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada apa yang telah dipelajarinya. Selain itu, juga melatih cara berpikir, berbicara, dan mengemukakan gagasan-gagasan.

Siswa-siswa yang lain juga dipersilakan untuk menguji apa-apa yang telah temannya jelaskan itu. Sehingga pada akhirnya, penjelasan yang disajikan benar-benar teruji atau mendapatkan masukan-masukan baru. Apabila dirasa ada yang kurang, guru juga dapat kembali merangsang siswa untuk menemukan yang kurang tersebut.

Sebagai penutup, para siswa diminta untuk merefleksi, membuat simpulan dari apa yang telah diuraikan sedangkan guru sebagai pendampingnya.